Tags

, ,

season of love“Bolehkah kita berpura-pura tidak pernah tau dan mengabaikan semuanya?”

——————–

Part 7

 

 

Gadis itu mengerjap pelan. Tubuhnya terasa sakit. Kemudian ia menyadari sesuatu. Ada yang memeluknya. Seketika ia melompat turun. Ditatapnya laki-laki itu dengan bingung, “oppa…?” panggilnya sambil menggoyang tubuh laki-laki itu pelan.

Laki-laki itu mulai menggerakkan matanya. Dia mengerjap pelan lalu terkesiap, “Yoon ah?”

“Kenapa kita ada di sini?” tanya gadis itu pelan lalu menatap sekelilingnya. Ingatannya perlahan mulai kembali. Saat ia menatap wajah laki-laki itu lagi, semuanya terlihat jelas.

Yoon Hye tidak tau harus berkata apa. Kemudian mereka berdua duduk di sebuah bangku yang terbuat dari kayu, di tepi sungai Han. Hari masih sangat pagi, matahari bahkan belum keluar dari paraduannya. Masih sangat sepi dan udara masih terasa begitu dingin.

“Ini benar-benar tidak seperti yang aku harapkan…”

Yoon Hye hanya terdiam mendengar suara laki-laki itu. Tubuhnya terasa kaku.

“Tidak ada yang bisa kita lakukan bukan?” tanya Hyuk Jae lirih.

“Bagaimana kalau kita membuat kesepakatan?” balas gadis itu.

Hyuk Jae menoleh menatap diam, menunggu Yoon Hye melanjutkan kata-katanya.

“Setelah ini… Bagaimana kalau kita tidak perlu bertemu lagi?”

Wajah laki-laki itu terlihat terkejut. Ia sama sekali tidak menyangka Yoon Hye akan mengatakan hal itu.

“Aku… Kau… Butuh waktu untuk bisa menerima semua ini, bukan? Hingga rasa ini belum hilang, selama itu, kita tidak perlu bertemu.”

Hening beberapa saat.

“Dan selama kita tidak bertemu, kau harus berjanji untuk menjaga diri dengan baik. Tidak melakukan hal-hal yang dapat membahayakan diri sendiri. Harus makan teratur, tidur teratur, tidak boleh bekerja berlebihan, juga harus istirahat yang cukup.” saut Hyuk Jae.

Hati Yoon Hye terasa perih. Ditahannya mati-matian air mata itu agar tidak jatuh di depan laki-laki itu, “Aku berjanji asal kau juga berjanji untuk melakukan hal yang sama.”

Hening lagi.

“Baiklah, aku setuju.” saut Hyuk Jae kemudian.

Perlahan gadis itu beranjak dari duduknya, “Sudah waktunya aku pergi.”

“Yoon ah, bolehkah aku meminta satu hal kepadamu?” tanya Hyuk Jae sambil ikut beranjak dari duduknya.

Gadis itu menatap penuh tanya. Perlahan Hyuk Jae melangkah mendekat lalu merengkuhnya ke dalam pelukkan. Mendekapnya erat-erat. Terasa hangat sekaligus menyakitkan.

“Bolehkah kita berpura-pura tidak pernah tau dan mengabaikan semuanya?” bisik laki-laki tu lirih. Bulir air mata itu jatuh begitu saja.

Yoon Hye merasa sesak mendengarnya, “Itu tidak mungkin, oppa…”

“Kumohon… Jagalah dirimu, untukku.” bisik Hyuk Jae dengan suara yang bergetar.

“Kau juga, oppa. Sampai jumpa lagi…” gadis itu memaksakan dirinya untuk melepas pelukan itu. Ia berbalik dengan cepat, menyembunyikan air matanya yang sudah jatuh lalu melangkah pergi. Dadanya terasa sesak. Namun ia harus tetap melangkah. Ia tidak boleh menoleh ke belakang lagi. Semuanya sudah berakhir.

 

****

 

Disebut keadaan apa seperti ini? Mengabaikan itu mudah, namun tidak dengan melupakan. Otak, bukanlah komputer yang dapat menghapus semua data tanpa bekas. Keduanya mencoba untuk berdamai dengan hati masing-masing. Tidak berusaha untuk melupakan, namun tidak mau untuk mengingat lagi. Dan semua orang yang sudah mengetahuinya, sangat bijak untuk tidak membicarakannya.

Sudah dua minggu. Gadis itu masih tetap bekerja seperti biasanya. Namun ia lebih pantas disebut sebagai robot. Ia hanya tersenyum di depan klien dan di lain itu, ia seperti mayat berjalan. Pandangannya kosong dan sering melamun. Tidak pernah berbicara dan hanya menjawab pendek bila ditanya. Ia juga menghindari semua infotaiment dan surat kabar. Bahkan gadis itu tidak pernah menyalakan televisinya. Ia takut akan semakin sakit saat melihat laki-laki itu meskipun tidak secara langsung.

Sementara itu, dari pihak Hyuk Jae sedang berusaha untuk melindungi hal ini dari wartawan. Mereka tidak boleh tau hal ini. Para member lainnya yang sudah tau-pun berusaha untuk saling melindungi. Menyembunyikan semuanya rapat-rapat.
“Mwo?? Eunhyukie dan Manager Hyung kecelakaan??” Leeteuk terpaku setelah meneriakkan hal itu. Tubuhnya membeku mendengarkan kabar dari seseorang di seberang sana, “baik, saya akan segera ke sana!”

“Hyung ada apa?” tanya Ryeowook.

laki-laki itu menutup sambungan teleponnya dengan wajah gusar, “Eunhyukie kecelakaan.” Jawabnya singkat, “Shindong ah, Siwon ah, kalian ikut aku! Sungmin ah, tolong kau handle yang lainnya!”

Lorong rumah sakit itu begitu panjang. Beberapa dokter dan suster berlarian mendorong tempat tidur yang di atasnya tergeletak seorang yang berlumuran darah di sekitar kepalanya dan tubuhnya. Wartawan-wartawan berebutan ingin mengambil gambar namun tertahan di depan pintu UGD yang dijaga oleh petugas.

Sepuluh menit kemudian leeteuk dan yang lainnya tiba di rumah sakit. Mereka kesulitan untuk menuju tempat UGD karena terhalang oleh para wartawan. Tapi berkat bantuan petugas, mereka berhasil sampai di sana.

“Bagaimana keadaannya?” tanya PD-nim saat keadaan rumah sakit itu sudah terkendali. Pihak rumah sakit telah memberikan pengamanan dan tidak mengijinkan seorang wartawan-pun masuk.

“Hyung nim, kau baik-baik saja?” tanya Siwon sambil menghampiri laki-laki yang sedang dipapah seorang suster itu. Lengannya terbalut gips.

“Aku tidak apa-apa. Bagaimana dengan Euhyuk?”

Leeteuk menggeleng pelan, “dokter masih belum keluar.”

“Padahal ini sudah dua jam lebih, semoga semuanya baik-baik saja…” desah Shindong.

“Hyung nim, bagaimana itu bisa terjadi?”

“Saat itu kami akan kembali ke kantor agency. Aku sudah mengemudi dengan pelan, tapi tiba-tiba saja ada motor yang dikemudikan dengan ugal-ugalan dari arah depan akan menabrak kami. Aku membanting setir ke kiri untuk menghindar dan mobil kami menabrak tiang lampu kemudian terbalik. Aku tidak apa-apa karena memakai sabuk pengaman, tapi Eunhyuk… Kulihat kepalanya membentur kaca mobil hingga pecah. Ini semua salahku, maafkan aku…” laki-laki yang sudah lama menjadi manager super junior itu mulai terisak. Siwon membawanya untuk duduk dan menenangkannya.

Tiba-tiba pintu terbuka. Seorang dokter keluar dari dalam ruangan sambil melepaskan maskernya.

“Dokter bagaimana?” tanya mereka serempak.

“Aku menyesal harus mengatakan ini. kami sudah melakukan operasi untuk menyelamatkannya. Dia ada dalam keadaan coma saat ini.”

“Tapi dia akan baik-baik saja, bukan?”

“Kita lihat saja perkembangannya.”

“Maaf, orang tua Hyuk Jae ssi sudah datang!” kata seorang perawat yang mengantarkan seseorang wanita dan seorang pria yang berjalan dengan tergesa.

“Min Ajhuma…” sapa dokter itu.

“Oh Junno ya, bagaimana uri hyukie?” tangis wanita itu.

“Saat ini dia masih kritis ajhuma, kau boleh melihatnya setelah dia dipindahkan.”

Wanita itu langsung menangis di pelukan suaminya. Semua wajah menampakkan raut frustasi. Beberapa orang suster keluar sambil membawa Hyuk Jae dengan tempat tidur dorong. Memindahkannya keruang lain. Shindong dan eomma Hyuk Jae langsung mengikutinya. Siwon membantu Manager Hyung kembali ke ruang perawatan. Sementara leeteuk, PD-nim, dan appa Hyuk Jae tetap di sana masih berdiskusi dengan dokter.

“Dokter, kau mengenal Eunhyukie?” tanya Leeteuk.

Dokter itu tersenyum, “Taguchi Junnosuke imnida. Aku teman masa kecil Hyukie.”

“Junno ya, lakukan apapun untuk uri hyukie…” pria itu memegang lengan Junno erat. Memohon dengan penuh harap.

“Sebenarnya aku punya saran, ajhusi. Bagaimana kalau dia kami bawa ke Jepang? Ke rumah sakit milik guruku. Beliau orang yang hebat, dan masih menggunakan pengobatan tradisional jepang sebagai dasarnya. Aku yakin dia bisa menyelamatkan Hyukie.”

“Jepang… Jungsoo ya, bukankankah kalian ada jadwal disana bersama SNSD? Ini bagus, kita bisa terus menjaganya.” saut PD-nim.

“Kalau memang itu yang terbaik, lakukan saja!” saut appa Hyuk Jae.

 

*****

 

Ponsel itu sudah berbunyi dua kali ketika Yoon Hye menjawabnya. Ia sedang melamun tadi, karena itu ia tidak mendengar ponselnya berbunyi.

“Ne appa?” jawabnya saat telepon tersambung.

‘Apa kau sangat sibuk?’ tanya appanya di seberang sana.

“Aniyo… Waeyo appa?”

‘Aku kebetulan sedang ada di luar saat ini, bisa kita bertemu sebentar?’

“Eodigayo?”

‘Di cafe sebelah gedung galery music classic, kutunggu kau di dalam.’

“Ne araseoyo, dua puluh menit lagi aku sampai.”
.
.
.

Kim Tae Hyun, sedang menyesap kopi hitam pekatnya. Dia baru saja menghadiri undangan pertunjukan music classic. Karena ia seorang mantan guru music classic, Inha University mengundangnya untuk hadir dalam perayaannya yang kesepuluh tahun.

“Kim Tae Hyun ssi, benar?”

Tae Hyun mengangkat wajahnya saat mendengar namanya dipanggil. Ia melihat seorang wanita separuh baya sedang menatapnya penasaran, “Min Jung Ah ssi?”

“Ah ternyata benar itu kau…” desah Min Jung Ah lega sambil mengambil tempat duduk di depan Tae Hyun, “Beruntung kita bertemu di sini sebelum aku harus pergi ke Jepang. Sebenarnya sudah dari dulu aku ingin menemuimu. Ada yang ingin kusampaikan kepadamu, ini tentang putra kita.”

Tae Hyun menegang saat mendengarnya, ia masih ingat betul bagaimana reaksi putra-putrinya saat mengetahui kebenaran itu, “Aku tau. aku sudah mengatasinya.”

“Benarkah? Bagaimana kau tau uri Jung Hyun sudah tidak ada?”

Tae hyun mengerutkan keningnya heran, “Jung Hyun?”

“Ne, Kim Jung Hyun putra kita.”

“Tunggu dulu… Jadi putraku itu bernama Kim Jung Hyun?”

“Benar.”

“Lalu siapa Lee Hyuk Jae?”

Wanita itu menatap heran sesaat, “Dia adalah putra dari adik suamiku. Orangtuanya meninggal dalam kecelakaan saat dia masih bayi, jadi kami sepakat untuk mengangkatnya sebagai anak. Kenapa kau tau soal Lee Hyuk Jae?”

“Ini sulit dipercaya…” Tae Hyung menggeleng-geleng pelan, “kau bilang putra kita sudah meninggal?” tanyanya nyaris berbisik.

Jung Ah mengangguk pelan, “Jantung lemah. Dokter tidak bisa menyelamatkannya dua puluh tahun yang lalu. Aku ingin memberitahumu, tapi aku tidak tau di mana kau tinggal.”

“Lalu kenapa Lee Hyuk Jae yang membawa kalung itu?”

“Itu… Sebelum uri Jung Hyun pergi, dia memberikannya pada dongsaengnya, Hyuki.”

“Jadi Lee Hyuk Jae bukan putraku?” gumam Tae Hyun dengan nada linglung.

“Bukan. Tapi Tae Hyun ssi, aku tau uri Hyuki adalah artis, tapi bagaimana bisa kau tau dia putraku? Bagaimana bisa kau kau tau tentang Hyuki dan kalung itu?”

“Itu…” kalimat Tae Hyun terputus saat matanya menangkap sosok gadis itu ada di sana. Berdiri tidak jauh di belakang Jung Ah dengan tubuh membeku “Yoon ah…” panggilnya lirih.

Min Jung ah menoleh dengan ragu ke belakang dan menatap Yoon Hye dengan bingung, “Eoh… Bukankah kau kekasih Hyuki?”

“Katakan appa… Katakan kalau Hyuk Jae oppa bukan putramu,” pinta gadis itu dengan suara yang bergetar.

“Appa? Dia adalah putrimu?” tanya Jung Ah sambil menatap bingung.

“Katakan appa!” pinta Yoon Hye lagi dengan air mata yang menggenang.

“Bukan… Lee Hyuk Jae ternyata bukan putraku.”

Seketika gadis itu terjatuh lemas. Air matanya jatuh.

“Yoon ah!!” kedua orang itu cepat-cepat menghampiri Yoon Hye, membantunya bangun.

Gadis itu mencengkeram erat-erat lengan appanya, “Dia bukan saudaraku?” tanyanya lagi.

Pria itu menghela nafas berat, “Maafkan appa. Dia bukan saudaramu.”

Yoon Hye tidak bisa berkata lagi. Ia mengumpulkan seluruh kekuatannya untuk beranjak berdiri lalu berlari begitu saja.

“Yoon ah!” Tae Hyun berteriak memanggil putrinya, namun gadis itu sudah terlanjur keluar dari restaurant.

“Tae Hyun ssi, bisa kau jelaskan kepadaku apa yang terjadi?” pinta Jung Ah intens.
.
.
.

Kim Yoon Hye berlari secepat yang ia bisa. Ia ingin memberitahu laki-laki itu. Harapan itu masih ada. Harapan untuk bersama kembali. Air matanya masih meleleh. Dalam hati ia mengucapkan begitu banyak terima kasih kepada Tuhan. Gadis itu menghentikan taksi yang kebetulan lewat kemudian segera pergi ke kantor agency Hyuk Jae.

Begitu kakinya turun dari taksi, Yoon Hye langsung berlari masuk ke gedung itu. Sesaat, ia menatap bingung. Kemana ia harus mencari laki-laki itu?

“Apa kau butuh bantuan, Agashi? Oh bukankah kau kekasih Lee Hyuk Jae?” Tanya salah satu staff laki-laki yang bekerja di sana.

“Dimana dia? Dimana Lee Hyuk Jae ssi?” tanya Yoon Hye langsung.

Laki-laki itu mengerutkan alisnya, “Kau belum mendengar berita tentangnya?”

Yoon Hye menatap bingung, “B-berita? Apa terjadi sesuatu?”

“Ah, Animmida. Dia hanya dapat tawaran menjadi model MV. Kau ingin bertemu dengannya? Aku bisa mengantarmu ke lokasi syutingnya, namaku Cha Im Dong.”

“J-Jeongmalyo? Kamsahamnida…” jawab Yoon Hye gugup.

“Ayo ikut aku.”

Yoon Hye menerima tawaran laki-laki itu untuk mengantarnya ke tempat Hyuk Jae. Dia tidak terbiasa pergi dengan orang yang tidak dikenalnya, karena itu sejak tadi gadis itu terlihat gelisah.

“Dia syuting di mana?” tanyanya.

“Tidak jauh dari sini,” senyum cha im dong, laki-laki itu mengambil sebotol air mineral dari laci dashboard mobil, “ Ini, minumlah! kau terlihat pucat.”

Yoon Hye menerima sebotol air itu dengan gugup, “Kamsahamnida…”

Gadis itu tidak berniat untuk minum, tapi karena rasa lega dan gugup yang bercampur menjadi satu membuatnya membuka tutup botol itu lalu meneguknya perlahan. “apa kita masih lama?” tanyanya.

“Sebentar lagi sampai.”

Yoon hye merasa kepalanya tiba-tiba menjadi berat. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, tapi beberapa detik kemudian tubuhnya terasa lemas. Ia tidak sadarkan diri. Sementara laki-laki disampingnya tersenyum penuh arti sambil membelokkan mobilnya memasuki sebuah hotel.
.
.
.

Gadis itu terisak hebat di kamar mandi apartementnya. Ia membiarkan air shower mengguyur tubuhnya. Bagaimana bisa ini terjadi kepada dirinya? Bagaimana bisa laki-laki itu melakukan hal ini terhadapnya? Apa salahnya? Kenapa dia tega memasukkan obat ke dalam minuman yang diberikan padanya saat itu? Mereka tidak pernah saling mengenal sebelumnya.

Bahkan setelah air shower itu mengguyurnya, ia masih jijik dengan tubuhnya. Ia masih ingat saat laki-laki itu menikmati tubuhnya yang dalam keadaan lemas. Bahkan untuk memberontak pun ia tidak punya tenaga. Apa yang harus dilakukannya? Bagaimana jika dia hamil? Bagaimana jika itu terjadi? Bahkan air-pun tidak mampu menghapus rasa sakitnya. Yoon hye memeluk tubuhnya erat-erat. Ia hancur sekarang.

Sejak kejadian itu, keadaan yoon hye semakin memburuk. Gadis itu seperti tidak hidup. Ia tidak makan, tidak masuk kerja, bahkan untuk keluar apartement ia tidak sanggup. Semua tenaga yang dimilikinya seolah menguap tidak tersisa.

Lee Hyora, temannya itu datang ke apartement karena mengkhawatirkannya. Ia masih mengira kalau Yoon Hye terluka karena hubungan saudaranya dengan Hyuk Jae. Bahkan gadis itu tidak memberitahu kabar tentang kecelakaan laki-laki itu.

“Yoon ah… Kau harus makan. Aku sudah membuatkan makanan kesukaanmu. Cobalah sedikit saja…”

“Aku tidak lapar…” gumam gadis itu dengan nada melamun. Sangat pelan, hampir tidak terdengar.

Hyora mendesah pelan. Ia tidak tau harus bicara apa lagi. Gadis itu hanya bisa menatap temannya yang sekarang sedang berdiri menuju kamar mandi.

Bruuk…

“Yoon ah!!!” jerit Hyora sambil berlari menghampiri tubuh gadis yang sudah ambruk di lantai itu. “Yoon ah, irona!!” ia menggoyang-goyang tubuh Yoon Hye pelan, namun tidak ada reaksi.

Tubuh Yoon Hye sangat panas. Gadis itu demam. Tanpa ragu lagi, Hyora mengambil ponselnya lalu menelepon ambulan dan membawa gadis itu ke rumah sakit.
.
.
.

Lee Hyora menatap cemas gadis yang sekarang terbaring di salah satu ranjang ruang UGD itu. Tidak lama kemudian seorang dokter masuk bersama seorang perawat untuk memeriksa Yoon Hye. Dokter itu, Taguchi Junnosuke, sempat terkejut saat melihat Yoon Hye. Perawat membacakan hasil diagnosanya sementara ia memeriksa keadaan gadis itu. Dia terlihat jauh lebih kurus saat terakhir ditemuinya.

“Kondisinya sangat lemah. Dia harus menginap di sini.” kata Junno. Ia menoleh pada perawat di sebelahnya, “pindahkan dia ke ruang regular.” Perintahnya.

“Ne, sajangnim.”

Perawat itu memanggil beberapa temannya lalu membawa ranjang Yoon Hye sementara hyora dan junno berjalan di belakang mereka.

“Dia terlihat sangat depresi. Apa masalahnya belum selesai?” tanyanya pada Hyora sambil sibuk menulis sesuatu pada kertas laporan.

Gadis itu mengerjap kaget. Ia memandang dokter itu dengan heran. “Anda mengenalnya, dokter?” tanyanya.

“Aku pernah bertemu dengan Kim Yoon Hye ssi sebelumnya. Bisa dibilang, aku sunbae-nya saat kami sekolah dasar. Namaku Taguchi Junnosuke.”

Hyora tertegun mendengar nama itu. Yoon Hye pernah menceritakan padanya dulu tentang siapa cinta pertama gadis itu. Dan orang itu adalah Taguchi Junnosuke, dokter yang sekarang berjalan di sebelahnya. Mereka pernah bertemu. Bukankah itu bagus? Yoon Hye selalu ingin bertemu dengan laki-laki itu. Walaupun sedikit terlambat, mungkin masih ada harapan untuk temannya itu bahagia. Meskipun bukan dengan Lee Hyuk Jae.

“Tekanan darahnya benar-benar rendah,” gumam Junno membuyarkan lamunan Hyora.

“Dokter, apa… apa kau tau masalah yang dimilikinya?” tanya Hyora pelan dan hati-hati.

Junno terdiam sejenak kemudian menggeleng sambil tersenyum, “yang kutau, ia sedang dalam keadaan depresi.” Mereka sampai di sebuah ruangan yang cukup luas yang memiliki kapasitas untuk dua pasien. Dokter itu memberikan catatan laporan pada seorang perawat, “periksa terus perkembangannya setiap jam dan laporkan, beri tau aku saat dia sadar!”

Suster itu mengangguk pelan kemudian membenarkan tekanan infus Yoon Hye.

“Aku harus memeriksa pasien lain, kalau ada apa-apa hubungi aku!”

Hyora mengangguk pelan, “Terima kasih.”

 

*****

 

Jari-jari itu bergerak pelan bersamaan dengan matanya yang terbuka. Seseoang yang tertidur disebelahnya menjadi terbangun.

“Eunhyuk ah?” Donghae terkesiap dan langsung terbangun. Cepat-cepat ia memencet tombol pemanggil dokter dan mengirim pesan kepada yang lainnya.

Tidak lama kemudian seorang dokter dan beberapa perawat muncul untuk segera memeriksa Hyuk Jae. Tidak lama kemudian Manager Hyung dan yang lainnya datang

“Dokter bagaimana?” tanya Manager Hyung dengan bahasa inggris.

“Masa kritisnya sudah lewat, semuanya akan baik-baik saja. Masih ada beberapa hal yang harus kami pastikan jadi kami akan terus mengikuti perkembangannya.”

Semuanya mendesah lega mendengar kabar itu. Setidaknya laki-laki itu selamat.

“Eunhyuk ah, bagaimana perasaanmu?” tanya Manager Hyung.

“Aku… haus…” jawab Hyuk Jae dengan suara serak.

Seorang perawat memberikannya minum lalu menaikkan sedikit tempat tidurnya.

“Kau baik-baik saja?” tanya Leeteuk.

“Apa yang terjadi, Hyung?”

“Kau dan Manager Hyung mendapatkan kecelakaan, Hyuk ah…”

“Jeongmal? Apa semuanya baik-baik saja? “

“Tidak perlu berfikir apa-apa, cukup istirahat dan pulihkan kesehatanmu.”

“Ini di mana, Hyung?” tanya Hyuk Jae bingung saat melihat beberapa benda memiliki tulisan Hiragana.

“Kami membawamu ke Jepang, Hyuk ah. Orangtuamu akan kemari sebentar lagi. Tadi mereka kembali ke hotel untuk mengambil beberapa keperluan.” Jelas Manager Hyung.

“Mwo? Lalu bagaimana dengan konser suju M sebentar lagi, hyung? Sudah berapa lama aku di sini?”

“Konser suju M?” Siwon mengerutkan keningnya.

“Hyung, kita sudah melakukannya dua bulan yang lalu,” saut Ryowook.

Hyuk Jae mengerutkan keningnya bingung, “Kapan? Kenapa aku tidak ingat?”

Semua orang saling berpandangan, “Eunhyuk ah, apa kau ingat tentang Kim Yoon Hye?” tanya Donghae pelan dengan hati-hati.

Suasana menjadi hening. Seakan-akan untuk bernafas pun mereka tidak berani.

“Kim… Nuguya?”

“Dokter, apa ada sesuatu yang salah?” tanya Manager Hyung.

“Sudah kuduga,” jawab dokter tenang, “dia mengalami hilang ingatan sebagian.”

“Hilang ingatan sebagian?”

“Ya, sepertinya dia kehilangan ingatan beberapa bulan terakhir dihidupnya.”

“Apa hal itu bisa pulih?”

“Mungkin bisa, mungkin juga tidak. Tergantung dari psikis pasien.”

“Ini tidak mungkin…”
.
.
.

Laki-laki itu sedang duduk termenung di kamarnya. Ia menatap keluar jendela. Fikirannya dipenuhi dengan apa yang tidak bisa diingatnya. Ia merasa bodoh karena tidak tau apapun. Manager Hyung tidak memperbolehkannya memegang ponsel padahal ia ingin sekali mencari tau berita tentang dirinya saat ia pulang ke Korea.

Mereka bilang saat ini sedang ada jadwal di Jepang bersama SNSD untuk menghadiri Festival Music Asia. Dari apa yang diingatnya terakhir kali, ia melupakan kejadian tiga bulan terakhir. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka pelan. Ia menoleh dan terdiam melihat siapa yang datang.

“Bagaimana keadaanmu, oppa?”

“Hyoyeon ya…”

“Apa aku mengganggumu?”

“Aniyo.”

“Aku sudah mendengar semuanya. Apa kau benar-benar tidak ingat tentang beberapa bulan terakhir ini? Saat konser kita di Paris juga?”

“Kita pernah konser di sana?” Hyuk Jae menaikkan salah satu alisnya.

“Ne. Berarti kau juga lupa dengan apa yang kukatakan kepadamu setelahnya?”

“Apa itu?”

Gadis itu terdiam sebentar kemudian menghela nafas pelan, “Aku sudah pernah menjelaskannya padamu bahwa aku sudah tidak bersamanya lagi.”

Hyuk Jae tertegun. Ia tau, sebagian dari dirinya masih menginginkan gadis ini. Tapi gadis itu mengkhianatinya dan dia terluka. Karena itu hubungan mereka dihadapan publik dikatakan telah berakhir dengan alasan kesibukan jadwal masing-masing.

“Waeyo?” tanya Hyuk Jae pelan.

“Ternyata kau memang benar-benar tidak ingat,” desah Hyoyeon “tentu saja karena dirimu.”

Hyuk Jae menatap bingung, “Bukankah kau yang memilih untuk bersamanya?”

“Itu yang kau pikirkan, oppa. Saat itu kau tidak memberikanku waktu untuk bicara. Aku memang bersalah. Tapi kemudian aku sadar, aku lebih mencintaimu. Karena itu aku memutuskannya. Tapi kau sangat marah padaku, tidak mau mendengarkanku dan pergi begitu saja.”

Hyuk Jae menatap gadis dihadapannya itu tanpa ekspresi. Ia tidak tau harus berbicara apa.

“Oppa… Kau benar-benar tidak ingat beberapa bulan terakhir ini?” tanya Hyeyeon lagi.

“Ya…” jawab Hyuk Jae muram, “Kepalaku terasa sakit saat aku berusaha mengingatnya. Jadi aku memutuskan untuk membiarkannya. Lagipula hanya tiga bulan, sepertinya tidak ada kejadian yang penting yang terjadi.”

Hyeyeon tersenyum tipis, “Oppa… Mianhae, tapi hingga kini aku masih mengharapkanmu untuk kembali padaku.”

Lagi-lagi Hyuk Jae tertegun menatapnya, “Maksudmu…”

“Aku harus kembali, manager pasti mencariku. Semoga cepat sembuh Oppa, anyeong.” gadis itu cepat-cepat berjalan keluar kamar lalu pergi.

Laki-laki itu masih memandang pintu tempat Hyeyeon menghilang. Kemudian ia mengalihkan tatapannya keluar jendela. Benda seringan dan seputih kapas itu melayang-layang turun perlahan di luar sana. Salju…

Ini adalah Winter In Tokyo. Namun Hyuk Jae merasa ada yang berbeda kali ini. Dipandangnya butiran-butiran salju itu.

‘Ya… Aku menyukai salju…’

Suara itu melintas begitu saja dalam pikirannya. Ada sesuatu yang membuatnya penasaran tentang salju itu. Ia merasa ada seseorang yang menyukai salju dan musim dingin. Tapi siapa? Kemudian hatinya bimbang. Tiga bulan… Apa yang sudah dilakukannya selama itu? Benarkah tidak ada kejadian yang penting? Tapi bagaimana jika ada hal penting yang tidak diketahuinya?

 

*****

 

Salju…

Kim Yoon Hye duduk termenung di ranjang rumah sakit tempatnya dirawat. Gadis itu memeluk lututnya. Memperhatikan butiran seputih kapas yang memenuhi udara melalui jendela kamar. Ia baru saja merengek kepada Hyora, meminta gadis itu untuk tidak memberi tahu keluarganya. Dan gadis itu bersedia asal Yoon Hye tidak bersikap seperti sebelumnya. Bahkan ia juga berbohong kepada ibunya yang ada di Indonesia sana.

Butiran dingin itu melayang-layang lembut di udara. Kamarnya terasa hangat, namun ia merasa menggigil. Ia menghembuskan nafas pelan. Dadanya tetap saja terasa sesak.

‘Kau menyukai sesuatu yang bersifat dingin. Biar kutebak, kau pasti juga menyukai musim dingin, benar bukan?’

‘Ya… Aku menyukai salju.’

Air mata itu meleleh begitu saja di pipinya. “Oppa, eotheokkeh?” lirihnya sambil membenamkan wajah di antara kedua lututnya.

Tiba-tiba pintu terbuka pelan. Seseorang dokter masuk ke dalam ruangan, “Kim Yoon Hye ssi, bagaimana keadaanmu?” tanyanya.

Cepat-cepat gadis itu menghapus air matanya lalu mengangkat wajah untuk menatap dokter yang baru saja masuk, “Junno ssi…”

Junno tersenyum menghampirinya, “biar kutebak, kau baru saja melamun bukan?”

Yoon hye tersenyum tipis, “Junno ssi, kapan aku boleh pulang?”

“Hmm… Itu tergantung dirimu sendiri.”

“Maksudmu?”

“Kalau keadaanmu semakin baik, kau boleh pulang besok sore atau lusa.”

Gadis itu tidak menjawab, ia sedang menatap keluar jendela.

“Tapi aku tau, keadaan fisikmu tidak sama dengan keadaan hatimu, benar bukan?”

Yoon Hye menoleh dengan cepat dan mendapati Junno sedang tersenyum mentapnya. Gadis itu tidak menyangkal, “Tidak ada yang bisa menyembuhkan luka yang dibuat oleh takdir, bukankah begitu?”

“Kau salah. Jika takdir membuat luka, maka ia juga akan memberikan obatnya. Hanya saja… Hal itu bisa hal yang buruk atau hal yang lebih baik. Tapi apapun itu, percayalah, itu adalah penyembuhan yang terbaik.”

Yoon Hye tercenung, berusaha memahami maksud kalimat itu. Dering ponsel Junno memecah keheningan. Laki-laki itu segera merogoh saku jas putihnya lalu menjawab panggilan itu.

“Moshi-moshi?” jawabnya dengan bahasa Jepang.

Yoon Hye tidak tau apa yang mereka bicarakan, ia hanya bisa diam menatap dokter itu. Ia tidak percaya bahwa orang dihadapannya ini adalah cinta pertamanya dulu. Seandainya ia lebih dulu bertemu dengan laki-laki ini, akankah ada rasa untuk Hyuk Jae saat mereka bertemu? Tidak, pasti saat itu Yoon Hye tidak akan bertemu dengan Hyuk Jae. Kalaupun bertemu, semuanya akan sangat berbeda.

“Akhirnya dia sadar…” desah Junno lega.

“Siapa?” tanya Yoon Hye spontan. Sebenarnya ini bukan urusannya, tapi kata-kata itu meluncur begitu saja tanpa sempat diproses oleh otaknya yang sedang depresi.

“Temanku. Dia mengalami kecelakaan parah. Aku menyarankan keluarganya untuk dibawa ke Jepang, Sekarang dia sudah sadar meskipun kehilangan sebagian ingatannya.”

“Sebagian?”

“Ya, dia tidak ingat hal-hal yang pernah dialaminya selama Tiga bulan terakhir.”

Yoon Hye sudah akan membuka mulut untuk bertanya lagi saat pintu tiba-tiba saja terbuka. Seorang suster masuk ke dalam kamar, “Oh sajangnim, anda di sini rupanya.”

“Ada apa?” tanya Junno.

“Jasad pasien yang bernama Cha Im Dong akan di bawa pulang oleh keluarganya.”

“Mereka sudah datang?”

“Ne.”

“Aku akan menemui mereka,” kata Junno, kemudian ia berpaling pada Yoon Hye “Aku pergi dulu.”

Gadis itu mengangguk pelan, membiarkan Junno pergi. Perawat itu tidak ikut pergi, ia sedang memeriksa alat infus Yoon Hye.

“Suster… Pasien itu, pasien yang tadi. Apa dia salah satu staff SM management?” tanya Yoon Hye pelan.

Perawat itu menghentikan gerakannya lalu menatap Yoon Hye heran, “Ne, benar. Apa anda mengenalnya?”

Yoon Hye menggeleng pelan, “Hanya pernah mendengar namanya. Apa… Apa yang terjadi padanya?”

“Dia mengalami kecelakaan kemarin malam karena mengemudikan mobil dalam keadaan mabuk dan meninggal tadi siang. Kasihan sekali…”

“Ani!” potong Yoon Hye tajam, “orang yang tidak bertanggung jawab seperti itu tidak pantas untuk dikasihani. Itu salahnya sendiri!”

Perawat itu menatapnya terkejut sesaat, “A-anda benar…” balasnya gugup.

Jadi laki-laki itu sudah meninggal? Entah kenapa Yoon Hye merasa sedikit lega. Setidaknya hanya ia yang tau apa yang telah terjadi. Ia juga bersyukur pada Tuhan karena memberikan hukuman untuk laki-laki itu.

“Sudah malam, sebaiknya anda beristirahat.” kata perawat itu lagi.

Tidak sengaja, mata Yoon Hye menatap sesuatu yang di bawa suster itu. Sepertinya surat kabar. “Suster, apa yang kau bawa?” tanyanya.

“Oh ini, ini milik Han Se Ra. Pasien di kamar sebelah. Aku terpaksa menyitanya karena dia terus-terusan menangis setelah membaca berita idolanya yang kecelakaan. Kau tau? Dia sangat menggilai super junior.”

Gadis itu tertegun. Idolanya kecelakaan? Super junior? “Suster, siapa yang kecelakaan? Boleh aku meminjamnya sebentar?”

“Kau juga suka Super Junior?” tanya perawat itu sambil mengulurkan surat kabar yang dibawanya.

Yoon Hye tidak menjawab. Ia langsung membuka lipatan surat kabar itu dan terheyak seketika. Judul artikel itu sudah cukup jelas menjelaskan semuanya ‘EUNHYUK SUPER JUNIOR KECELAKAAN’

Jantung gadis itu terasa berhenti. Ia hanya memandang artikel surat kabar itu dengan tubuh membeku. Air matanya mulai berjatuhan.

“Agashi, gwenchanayo? Aigoo… Aku tidak tau kalau ternyata kau sama seperti Se Ra.”

“Suster… Tolong tinggalkan aku sendiri.” pinta Yoon Hye pelan sambil mengembalikan surat kabar itu.

Gadis itu membaringkan tubuhnya menghadap keluar jendela, membelakangi perawat. Tidak lama kemudian terdengar pintu kamar ditutup dan tangis Yoon Hye pecah seketika.

“Kau sudah berjanji…” isaknya, “kau sudah berjanji untuk menjaga diri, oppa…”

Jantungnya terasa berdenyut nyeri. Ia mulai sulit bernafas. Bagaimana keadaan laki-laki itu? Apa ia baik-baik saja? Bahkan Yoon Hye tidak berani melihat foto-fotonya. Kenapa semuanya menjadi sangat rumit? Takdir apa yang saat ini sedang membawa mereka?

 

*****

 

Beberapa hari setelah Yoon Hye keluar dari rumah sakit, ia kembali bekerja. Kali ini keadaannya memang jauh lebih baik dari sebelumnya. Tapi ia masih tetap tidak banya bicara. Setidaknya ia sudah mau makan dan melakukan rutinitasnya sehari-hari.

“Mrs. Kim, bisakah kau pergi ke lantai dua ruang 8A. Ada yang ingin bertemu denganmu.”

Gadis itu hanya menundukkan sedikit kepalanya sebagai jawaban. Ia pergi tanpa bertanya lagi. Saat ia masuk ke dalam ruangan itu, dua orang laki-laki yang menunggunya langsung beranjak dari sofa yang mereka duduki.

“Anyeong haseo, Kim Yoon Hye ssi, lama tidak bertemu,” sapa Leeteuk.

Yoon Hye menatap kedua laki-laki didepannya masih diam. Kenapa mereka menemuinya? Apa ini tentang Hyuk Jae? Media bilang laki-laki itu baik-baik saja.

“Agashi, bisa kita berbicara sebentar?” tanya Manager Hyung.

Bunyi telphone itu memecah lamunan Yoon Hye. Manager Hyung merogoh sakunya lalu mengeluarkan benda yang menjerit-jerit minta diangkat itu. Sesaat, pria itu menatap ragu tapi kemudian ia menyerah, “Kau saja yang bicara dengannya,” ucapnya pada Leeteuk kemudian cepat-cepat berjalan keluar sambil menjawab telphonenya.

“Bisa kita duduk sebentar?” tanya Leeteuk.

Gadis itu masih terdiam, kemudian ia mengangguk pelan. Mengikuti Leeteuk yang duduk di sofa.

“Kau pasti tau siapa yang akan kubicarakan,” kata leeteuk pelan.

Lagi-lagi Yoon Hye hanya mengangguk pelan.

“Kami sudah tau semua tentang kalian,” jeda sesaat sebelum leeteuk kembali berbicara, “kalian saudara se-appa, bukan?”

Tidak!! Kami bukan saudara! Yoon Hye ingin meneriakkan kalimat itu, tapi bibirnya tetap terkatup rapat. Lidahnya terasa kelu bahkan untuk menggerakkan bibir saja ia butuh kekuatan besar.

“Apa kau tau dia mengalami kecelakaan?” tanya Leeteuk.

“Arayo…” jawab gadis itu pelan hampir tidak terdengar.

Leeteuk menghela nafas, “Dia baik-baik saja,” ucapnya lembut.

Ada kelegaan dalam nafas Yoon Hye. Meskipun ia sudah mendengar dari media, tapi mendengar sendiri dari orang terdekat Hyuk Jae rasanya berbeda.

“Tapi…” lanjut Leeteuk, “dia kehilangan sebagian dari memori ingatannya.”

Gadis itu menatap terkejut. Kehilangan sebagian memori ingatan?

“Dia sama sekali tidak mengingat kejadian tiga bulan terakhir dalam hidupnya.”

Tubuh Yoon Hye membeku mendengarnya. Tidak ingat tiga bulan kejadian terakhir? Apa artinya ia juga tidak ingat…

“Aku sangat menyesal, tapi dia juga tidak ingat tentang dirimu.”

Sebutir air mata jatuh dari kelopak mata gadis itu yang dihapus dengan cepat. “Itu bagus Leeteuk ssi,” ucapnya pelan sambil menahan sesak di dada. Ia merasa tidak bisa bernafas saat ini. “Biarkan dia melupakanku. Terlalu banyak hal menyakitkan bila kami bersama.”

“Tapi mau tidak mau kami harus memberitahunya tentangmu, Yoon Hye ssi.”

Yoon Hye menatap kaget.

“Bagaimanapun publik sudah tahu hubungan kalian. Akan terlalu beresiko jika kami tidak memberitahunya. Jadi, kami memohon padamu untuk tetap berpura-pura menjadi kekasihnya. Aku akan mengatakan kepada Hyuk Jae bahwa selama ini kalian berpura-pura berpacaran karena kejadian saat itu. Aku tidak akan mengatakan padanya kalau kalian sebenarnya adalah saudara.”

Gadis itu terdiam lagi. Haruskah ia melakukan ini? Haruskah ia kembali masuk ke dalam kehidupan laki-laki itu? Nanti, bisakah mereka bersama lagi? Tidak, semuanya sudah berubah. Meskipun Yoon Hye bukan saudara Hyuk Jae, tapi ia sudah tidak pantas untuk laki-laki itu.

“Tapi aku…”

“Aku tau ini mungkin menyakitkan untukmu Yoon Hye ssi, tapi kami tetap berharap kau mau membantu kami.”

“Aku…”

 

 

To be continue…

 

[Revisi 23 Nov 14 ; 12.58 pm]