Untitled-1

Aku tidak tau sejak kapan mendung membuatku ketakutan. Bila sebelumnya hujan membuatku bahagia, sekarang aku takut ia akan datang. Mungkin sekarang pun ia sudah datang karena aku merasa basah. Bila memang sudah terlanjur basah, biar kudekap sendiri dingin yang terasa.

Aku mencintainya…

Dengan berat hati aku mengakui hal itu. Meskipun tidak kepada orang lainnya, namun aku mengakuinya pada diriku sendiri. Bahwa aku mencintainya.

I am lost.

In positive.

Aku tidak tau sejak kapan kehadirannya menjadi bagian dari hari-hariku. Merebut sang detik dari dekapan kesendirianku. Aku tidak tau sejak kapan ia memainkannya hingga melody tawa itu selalu keluar dari bibirku.

Aku, si cantik berwajah dingin, telah basah oleh nyanyian hujannya. Tanpa kusadari.

Entah sejak kapan aku menyukai caranya yang marah padaku. Caranya yang melarangku. Dia sangat berbeda dengan lelaki lainnya. Hanya dia yang berani bersikap tegas padaku. Temanku berkata bahwa yeoja sebenarnya sangat menyukai namja yang menyakiti. Karena sebenarnya yeoja menikmati rasa sakit itu. Mungkin itu ada benarnya. Meskipun aku merasa sakit, meskipun dingin itu membekukan, aku tetap berlari kepadanya. Kepada orang yang tanpa sadar telah memberiku luka.

.

.

“Kenapa wajahmu sangat jelek?”

“Lee Donghae… Dari tadi dia terus meneleponku!” keluhku setengah mengerang.

“Kenapa kau masih menyalakan ponselmu? Matikan!!”

“Kalau ada panggilan penting lainnya bagaimana? Ponselku hanya satu.” Meskipun menolak, tetap saja dalam hati aku tersenyum oleh caranya.

.

.

“Siapa yang membuatmu menangis? Dia? Kenapa selalu dia yang kau tangisi? Dia yang kau khawatirkan? Aku juga ingin kau menangis untukku.”

Boleh aku melempar namsan tower ke kepalanya?

Ingin dia bilang?

Ingiiiiiiinnn???

Dia saja yang tidak tau berapa banyak air mataku yang keluar untuknya. Terutama saat merindukannya. Karena aku tidak tau kalau rindu pada seseorang, rasanya bisa amat begitu sesak. Mungkin karena rinduku tidak bisa mencapai tuannya, mungkin juga karena tanpa sadar, dia sudah merebut udara untukku bernafas.

.

.

“Apa yang kau pikirkan?” tanyanya.

“Kalau aku pergi, bagaimana denganmu?” tanyaku balik.

“Kau tidak akan pernah pergi. Karena kau membutuhkanku.”

Mengapa kebenaran kata-katanya begitu menusuk hatiku? Bagaimana bisa aku tidak jatuh cinta pada makhluk yang sudah membuat patah hati kaum hawa ini tanpa sadar? Dan aku termasuk salah satu dari kaum itu.

“Benar. Aku membutuhkanmu. Jadi kau juga tidak boleh pergi.” Balasku.

“Teman itu seperti café… Ada yang datang dan ada yang pergi.”

“Kalau begitu aku akan menjadi pelayan café yang tidak pernah pergi. Jadi saat kau datang, aku akan selalu ada.”

“Dan aku akan menjadi cangkir yang menemanimu.”

Mengapa ada luka yang tersimpan di balik hangatnya kalimat tulus itu? Jika perasaan ini menjadikannya belati yang melukai, kenapa aku tidak bisa menahannya dan menjadi tersakiti sendiri?

.

.

“Yaa, kau sudah hampir satu jam duduk diam tanpa menyentuh makan siangmu.”

“Aku sedang malas… Hyuk Jae oppa belum memberiku kabar apa dia sudah tiba di Korea.”

“Lee Hyuk Jae terus yang ada dalam otakmu. Sekali-kali kau harus memikirkanku!”

“Jangan. Nanti kau yang repot kalau aku memikirkanmu dan jadi jatuh cinta padamu.”

“Benar. Jangan jatuh cinta padaku.” Sahutnya sambil tertawa.

Terlambat bodoh. Aku benar-benar sudah jatuh cinta padamu… Lagi. Aku mengeluh di dalam hati.

.

.

Tentang dingin yang mulai terasa, kuharap ia bisa membekukan air mata. Sebagai pengganti udara yang telah terbawa, tenggelam di dalam airnya. Lalu, akan kubiarkan hujan itu bertahta. Sekali lagi, aku kalah.

Siapa dia?

Sosok yang masuk ke dalam hidupku tanpa layang aba-aba

Siapa dia?

Sosok yang dengan lancangnya menarik kedua sudut bibirku untuk menciptakan melody tawa

Siapa dia?

Sosok yang merebut sang detik dari semua rajutan hari sendiriku

Siapa dia?

Sosok yang membuatku sesak hanya karena aku ingin mengeja namanya

Siapa dia?

Sosok yang menghadirkan luka dalam lahirnya rasa tak bertuan

Siapa dia?

Aku membiarkan hujan musim gugur ini membasahiku. Menyamarkan air mataku yang membawa perih. Meskipun begitu, mataku tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Dari dia, laki-laki yang tanpa sadar telah membawa seluruh hatiku. Yang saat ini sedang duduk di balik jendela kaca café sambil tertawa bahagia pada sosok laki-laki manis di hadapannya. Laki-laki yang telah menjadi kekasihnya.

Bila cintaku ini salah mengapa ia harus hadir?

Menerima fakta bahwa dunia kami sangat berbeda. Dan hanya ada 0% kemungkinan untuk saling mengikatkan perasaan ini. Kudekap kembali dingin itu dalam pelukan hujan yang menyenandungkan melody kepedihanku. Dalam buaian perih yang tak berujung.

FIN

Silahkan menggunakan tokoh siapapun yang kalian inginkan untuk mendeskripsikan laki-laki tercinta itu. Boleh bias kalian masing-masing. Atau siapapun karakter yang kalian sukai. Hope u all like this.