Tags

,

one soul

Aku suka musim gugur. Menyukai anginnya, menyukai guguran daunnya, menyukai aromanya, dan menyukai tawanya.


“Haaaah… ini benar-benar menyenangkan Yoon ah…”

Aku tersenyum menatapnya yang sedang menikmati angin musim gugur. Membiarkan angin memainkan rambutnya. Jika ada seseorang yang harus kukagumi, itu adalah dirinya. Kim Yoon Ra, saudara kembarku. Beberapa tahun yang lalu, dokter memvonisnya menderita leukimia. Tapi saat itu ia malah tersenyum dan mencoba menenangkan eomma.

‘Yoon ah… Jangan sedih ne? Apa kau lupa? Kita adalah satu jiwa… Aku tidak akan kemana-mana, araseo?’

Aku masih ingat kata-katanya saat itu. Dan semakin lama, aku mulai memahaminya. Meskipun aku sosok yang lebih tenang, tapi secara pemikiran, dia lebih dewasa.

“Kimbab dataaang!!!”

Cho Kyuhyun, tetangga kami datang membawa sekotak kimbab. Aku tersenyum menatapnya yang duduk di sebelahku.

“Waaah… kebetulan sekali aku sedang lapar,” saut Yoon Ra sambil mengambil sepotong kimbab.

“YAA aku tidak membawa untukmu!” protes Kyuhyun sambil menghindarkan kotak kimbabnya.

“Memangnya aku peduli?!” balas Yoon Ra sambil berusaha merebut kotak itu.

Aku tertawa menatapnya. Mereka memang sering sekali bertengkar. Terkadang, aku merasa iri pada Yoon Ra. Dia bebas mengungkapkan apa yang diinginkannya. Tidak sepertiku.

“Kyuhyun Oppabo, membawa makanan tapi tidak dengan minuman.”

Tawaku meledak seketika. Yoon Ra akan menggunakan panggilan itu untuk meledek Kyuhyun.

“YAA! Panggil dengan benar!!”

“Aku beli minum dulu!!” kata Yoon Ra lalu berlari pergi setelah menjulurkan lidah pada Kyuhyun.

“Aiish… Dasar tidak sopan,” gerutu Kyuhyun.

“Tidak bekerja hari ini?” tanyaku sambil memakan kimbab itu.

“Aniyo… Bos memberikan cuti dua hari karena kemarin aku berhasil mendapatkan kontrak.”

“Jjinja?? Waah… Chukae Oppa… Seharusnya kau mentraktir kami,”

“Yaa, aku sudah membawa Kimbab dan kau masih minta traktir??”
Aku tertawa mendengarnya.

SET

Eh?

“Ada daun di rambutmu,” senyumnya sambil mengambil daun itu dirambutku.

Aku hanya bisa membalas senyumnya. Berusaha menetralkan detak jantungku. Ya, kalian benar. Aku menyukainya…

***

“Yoon ah, tadi… aku melihat sebuah gaun yang sangat bagus…”

Aku mengangkat wajah menatap Yoon Ra yang sedang duduk di sofa pinggir jendela, menghentikan kegiatan membacaku.

“Gaun?”

“Ne… Gaun pengantin…” jawabnya sambil menatap keluar dari jendela yang terbuka.

Aku terdiam mendengarnya. Aku sangat mengerti apa yang ada dipikirannya. Kututup bukuku lalu turun dari ranjang untuk menghampirinya.

“Eonni… Apa kau ingin menikah?” tanyaku sambil duduk di hadapannya.

Ia terdiam sejenak “Aku tidak tau… Dan kuharap tuhan memberiku kesempatan itu.”

Hening…

“Kalau kau ingin menikah, kau harus punya pacar. Apa ada yang kau sukai huh?” godaku, mencairkan suasana.

“Itu…”

“Kau terlalu lama!!” kurebut buku diary yang didekapnya.

“YAA!!” ia berusaha meraih buku itu lagi.

Aku membukanya dan berusaha membacanya.

“Yoon ah, kembalikan!!”

Sreek…

Sesuatu jatuh dari dalam buku itu sedetik sebelum Yoon Ra berhasil merebut bukunya. Aku mengambil sesuatu itu yang ternyata adalah selembar foto.

“Kyuhyun Oppa?” aku menatapnya penuh tanya.

Dia merebut foto itu cepat dengan wajah memerah “Ini rahasia, araseo?! Aku tidak ingin dia meledekku kalau tau.”

Detik itu juga, aku memutuskan untuk menghapus nama Cho Kyuhyun dalam hatiku. Karena satu-satunya kebahagiaan jiwaku, adalah dirinya…

***

Waktu akan terus berjalan. Dan semakin lama kesehatan Yoon Ra semakin memburuk. Aku khawatir, kami semua khawatir. Tapi seperti biasa, ia masih bisa tertawa dengan riang. Kenapa harus ia yang menderita penyakit itu?

Malam ini aku pulang larut karena harus lembur. Aku juga harus membelikan Daebboki pesanan Yoon Ra. Saat sudah sampai depan pagar, aku melihatnya ada di sana.

“Oppa… Apa yang kau lakukan disitu?”

“Aku menunggumu…”

“Aku? Kenapa??”

Kyuhyun memasukkan kedua tangannya di saku celananya sambil tersenyum menatapku “Yoon ah, kau pilih tangan yang mana?”

“Ye?”

“pilih yang mana??”

Meskipun bingung tapi tetap kujawab juga “Kanan?”

Dia tersenyum sambil mengulurkan tangan kanannya yang terkepal “Bukalah!”

Dengan ragu aku membuka kepalan tangan itu dan tertegun melihat sebuah cincin di sana.

“Keberatan jika cincin ini melingkar dijarimu?” bisiknya penuh harap.

Aku terdiam menatapnya. Apakah ini artinya Kyuhyun menyukaiku juga?

Aku menggeleng pelan “Mianhae Oppa…”

Senyuman itu memudar “Kau menolakku?” tanya Kyuhyun hampir berbisik.

“Aku tidak ingin menyakiti Yoon Ra, kau tau bagaimana kondisinya bukan?… Belajarlah untuk menyukainya.”

“Tapi aku menyukaimu Yoon…”

“Tidak ada bedanya dia ataupun aku, karena kami, satu jiwa…”

“Yoon ah?? Apa yang kalian lakukan di sini??”

Aku menoleh kaget dan melihat Yoon Ra tengah berjalan menghampiri kami.

“Eonni…”

“Apa aku mengganggu?”

“Aniyo…” kutatap lagi Kyuhyun “Oppa, sebaiknya kau bicara sendiri,” aku tersenyum sendu padanya lalu melangkah masuk ke dalam, meninggalkan mereka berdua. Masih sempat kudengar suara mereka.

“Oppa, apa cincin itu untukku?”

“… Ya…”

***

Setelah sekian lama akhirnya hari itu tiba. Hari dimana kau berdiri disana dengan pakaian jas-mu. Tanpa aku disampingmu.

“Aku tidak percaya aku akan menikah Yoon ah… “

Bibir itu terlihat pucat, tapi tidak mengurangi senyuman yang merekah.

“Chukae Eonni…” senyumku “Kau terlihat pucat, apa kau baik-baik saja?”

“Ne, aku sangat bahagia. Hanya sedikit lelah…”

Tiba-tiba pintu terbuka “Apa kau sudah siap?” tanya Appa pada Yoon Ra “Ayo, acaranya sudah dimulai!”

Aku hanya dapat berdiri disini. Menatapmu, menatap kalian. Orang-orang terkasihku. Ada perasaan menyesal yang amat sangat dalam hatiku. Mata itu menatapku, seolah menegaskan lagi perasaan yang ia miliki sebelum meraih jemari yang diulurkan oleh Appa. Dan aku hanya bisa berusaha membutakan mata, telinga dan hatiku untuknya.

Rasa sesak itu terasa saat sumpah sehidup semati itu terucap dari bibir kalian. Dan aku merasa kosong. Perlahan, kakiku melangkah pergi meninggalkan ruangan itu.

Eonni… Kau bilang kita adalah satu jiwa… Perasaan sakit ini, apa kau juga merasakannya?? Karena aku tidak bisa merasakan perasaan bahagiamu. Benarkah kita ini satu jiwa…?

 

[Last edited 18 Jan 2015 ; 00.49 pm]